Pada tanggal 8 Oktober 1865, Residen Netscher dengan pasukannya melakukan penggempuran terhadap benteng pertahanan kerajaan Aceh di pantai timur sumatera, Pulau kampei. Setelah benteng pertahanan ini berhasil dikuasai Belanda, pada tanggal 14 Oktober 1865, Tuanku Hitam (adik Tuanku Hasyim), Teuku Muda Cut Latief Meureudu, dan Teuku Nyak Makam mengundurkan diri ke Manyak Paet, Langsar dan Peureulak. Beberapa persenjataan dan alat tempur termasuk meriam bantuan Turki Utsmani juga turut diselamatkan dan diangkut dengan beberapa kapal. Pasca jatuhnya Seruway ke tangan Belanda, Teuku Panglima Nyak Makam menyingkir Ke Jingki Peureulak. Jingki merupakan bagian wilayah yang penduduknya berasal asal Aceh Besar dan dipimpin oleh Teuku Chik Tibang Muhammad Husin. Setelah meletusnya peperangan Aceh dan Belanda secara terbuka, pada tahun 1885 Sultan Muhammad Daud Syah di markas Keumala Pidie mengangkat Panglima Teuku Nyak Makam sebagai Mudabbirusyarqiah (Panglima Mandala Kerajaan Aceh di Sumatera Timur dan Aceh Timur) dan menunjuk Teuku Nyak Muhammad (Nyak Mamat) dari Peureulak. Mereka ditunjuk untuk gpasukan muslimin di wilayah pantai Timur dan menggalang dukungan rakyat untuk sama-sama melakukan perlawanan dan penyerangan terhadap patroli dan fasilitas Belanda.
Menggunakan sisa-sisa persenjataan yang berhasil diselamatkan dari Pulau kapai dan dukungan beberapa tokoh mulai melakukan penyerangan terhadap fasilitas Belanda yang berada di Aceh Timur, seperti pengeboran minyak Rantau Peureulak dan benteng Bukit syahbandar dan pelabuhan Idi. Beberapa tokoh tersebut diantaranya; Teuku Yusuf Ulee Gajah, Teuku Bukit Pala dan Teuku Nyak Bahrum Idi, Teuku Panglima Kaum Lam Baet dan Teuku Abu Peudawa Rayeuk, Teuku Tibang Muhammad Husin dan anaknya Teuku Nyak Gam dari Lintang Peureulak, Teuku Meurah Din dan Teuku Meudagu dari Peureulak, Nyak Umar dari Alur Nireh, Teuku Daud dari Lhok, dan Panglima Perang Beuni dari Bayeuen.
Pada ekpedisi militer I tahun 1889-1891, Gubernur sipil dan Militer di Kutaraja, Van Tegn, mengirimkan ratusan pasukan Mersose untuk menyerang pertahanan pasukan muslimin yang berada Peudawa Puntong, buket Mata Ie, bukit Peulawi, Bintara Blang, Bukit Rumia dan Ulee Gajah Bagok. Jingki dan paya aneuh menjadi kamp. pelatihan pasukan muslimin sebelum diterjunkan untuk menyokong pasukan Teuku Abu Peudawa dan Teuku Nyak Makam di Idi. Teuku Abu Peudawa tewas (tahun 1888) dalam upaya merebut Benteng pertahanan Belanda di Buket Syahbandar Idi dan jasadnya dikuburkan di pekarangan Mesjid Agung Darussalihin Idi. Teuku Yusuf Ulee Gajah tewas pada Agustus1889 dalam peperangan di Bagok, Teuku Nyak Gam tewas pada Agustus 1889 di Buket Mata Ie dan dikuburkan di Seuneubok Aceh Keude Dua, dan Nyak Umar dari Aceh Besar tewas tahun 1890 dalam penghadangan terhadap kapal Belanda yang mencoba menggempur Jingki melalui sungai Alue Nireh karena dianggap Teuku Chik Tibang selalu membantu dan menggirimkan pasukannya dalam setiap peperangan ke Idi disamping wilayah ini merupakan konsentrasi perjuangan Teuku Nyak Makam dkk.
Pada tanggal 6 Juli 1898, Gubernur Militer di Kutaraja Kembali mengirimkan ekpedisi militer II ke Aceh Timur. Kapten J.B. Van Heusz dan beberapa batalyon pasukan Mersose diperintahkan ke Idi untuk memburu dan memadamkan perlawanan Teungku Tapa di Peureulak. Menurut Snouck Hurgronje dalam Het Gajoland en Zijne Bewoners), Teungku Tapa dan pasukannya sangat ditakuti Belanda dan dalam setiap penyerangannya acapkali membawa kerugian besar bagi pemerintahan Belanda. Berbekal beberapa meriam eks Pulau Kampeih dan persenjataan yang diseludupkan melalui jalur laut Peureulak dan kuala Idi, Teungku Tapa, dan pengikutnya selalu berkonsentarasi di pesisir pantai seperti Kuala Bugak, Alue Nireih dan Geulanggang Merak, mereka kerapkali melakukan gangguan dan serangan terhadap fasilitas ekplorasi minyak milik Belanda di Rantau Panjang. Bahkan sering terjadi Nyak Mamat dan beberapa pengikutnya juga menlakukan perompakan dan membakar setiap kapal pengangkut minyak milik perusahaan Belanda di laut Peureulak.
Setibanya Van Heutz dan pasukannya di Peureulak, Teungku Tapa dan pengikutnya telah menghindar ke Teupin Batee Idi. sehingga Van Heutz kembali melakukan pengejaran Teungku Tapa Ke Idi Rayeuk. Dengan dukungan Teuku Nyak Lambak (sepupu Teuku Nyak Bugam, Uleebalang Idi Cut) dan Panglima Prang Hakim (Uleebalang Julok Cut), Teungku Tapa kembali melanjutkan perjuangan di Idi dan sekitarnya hingga akhirnya wafat dalam peperangan di Jambo Ayee Pase tahun 1900. Masyarakat pesisir yang selama ini dianggap berkonstribusi dalam membantu perjuangan Teungku Tapa seperti Blang Balok, Kuala Beukah, Alue Nireh dan Sungai Raya dihukum dengan dikenakan denda oleh van Heutz sebesar 150.000 Gulden. Beberapa meriam yang digunakan Teungku Tapa dan tidak sempat diangkut pasukannya dikuburkan di beberapa titik pesisir pantai.
##Dipetik dan dirangkum dari beberapa sumber yang relevan dengan perjuangan rakyat Aceh dalam menghadapi Aceh khususnya di pantai Timur Aceh.
Wassalam.